Pola Kepekaan dan Resistensi Mikroorganisme Aerob pada Infeksi Jaringan Lunak Komplikata dengan Berbagai Manifestasi Klinisnya di Tiga IGD Rumah Sakit di Jakarta
Ronald Irwanto1, Suhendro2, Khie Chen2, Yeva Rosana3
1Departemen Ilmu Penyakit Dalam, 2Divisi Tropik-Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 3Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak
Latar Belakang : Terjadinya perubahan pola kepekaan dan resistensi mikroorganisme aerob dari waktu ke waktu menyebabkan informasi mengenai gambaran dan pola mikroorganisme aerob menjadi sangat dibutuhkan. Penelitian ini dilakukan di tiga Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit di Jakarta dengan tujuan memperoleh gambaran pola kepekaan dan resistensi mikroorganisme aerob pada infeksi jaringan lunak komplikata dari komunitas dengan berbagai manifestasi klinisnya sebagai dasar untuk menentukan antibiotik empirik.
Bahan dan Metode : Penelitian dilakukan dengan desain deskriptif potong lintang pada pasien-pasien dengan infeksi jaringan lunak komplikata yang memenuhi kriteria inklusi di tiga IGD rumah sakit di Jakarta, masing-masing RSCM, RSPAD Gatot Subroto dan RS.Sint Carolus antara bulan September sampai Oktober 2008. Uji kepekaan dan resistensi mikroorganisme aerob dilakukan dengan metode Clinical and Laboratory Standart Institute (CLSI).
Hasil : Diperoleh 92 subjek penelitian dengan 102 kultur. 9 kultur di antaranya dinyatakan steril. Persentase subjek laki-laki sebanyak 47,8% dan perempuan sebanyak 52,2%. Kelompok umur tertinggi adalah 15-60 tahun sebanyak 78,3%. Manifestasi klinis terbanyak adalah ulkus diabetikum, yaitu 35,8%. Penyebab infeksi mikroorganisme aerob gram negatif adalah 53,9% dan gram positif adalah 37,3%. Staphylococcus aureus masih merupakan penyebab terbanyak infeksi, sebesar 22,6%, disamping penyebab infeksi lain seperti Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Klebesiela pneumoniae dan Staphylococcus epidermidis. Kepekaan Proteus spp terhadap cephalosporin generasi ketiga mencapai 94,7%. Untuk Pseudomonas aeruginosa resistensi terhadap cephalosporin generasi tiga, masing-masing terhadap ceftazidim 0%, cefoperazone 15,4%, cefepim 7,7%, dan ceftriakson 23,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa Multi Drug Resistant (MDR) Pseudmomonas aeruginosa mulai ditemukan di komunitas. Untuk kepekaan Klebsiela pneumoniae terhadap cephalosporin generasi ketiga secara keseluruhan masih berada di atas angka 50%. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) pun mulai ditemukan. Untuk Gram positif, kepekaan Staphylococcus aureus terhadap beta laktam mencapai 95,5%, sedangkan yang dianggap sebagai Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah 4,5%. Methicillin Resistant Staphylococus epidermidis (MRSE) mencapai 62,5%. Angka Vancomycin Resistant Staphylococcus aureus (VRSA) sebanyak 9,1% dan Vancomycin Resistant Staphylococcus epidermidis (VRSE) sebanyak 12,5%.
Kesimpulan : Angka manifestasi klinis tertinggi infeksi jaringan lunak komplikata adalah ulkus diabetikum dengan Staphylococcus aureus sebagai penyebab infeksi terbanyak. MDR Pseudomonas aeruginosa, ESBL, MRSA , MRSE, VRSA dan VRSE sudah mulai dijumpai pada infeksi jaringan lunak komplikata di komunitas. Cephalosporin generasi ketiga masih dapat direkomendasikan sebagai terapi pada infeksi jaringan lunak komplikata di komunitas.
File Download: Pengaruh Pemberian Antibiotik berdasar Panduan terhadap Lama Tinggal pada pasien Pneumonia Komunitas di Rumah Sakit